DOYOUR BEST, AND LET GOD DO THE REST. Lakukan saja yg terbaik, & percayakan apapun hasilnya pd Tuhan. Sepertinya "serius tapi santai" adalah dua hal yg bertolak belakang, tetapi cara kerja inilah yg paling jitu yg dpt kita lakukan dlm hidup kita. SERIUS, artinya bekerjalah dgn sungguh-sungguh dgn mengerahkan segala kemampuan & talenta yg sudah DoYour Best and Let God Do the Rest. Berusaha Berbuat Kebaikan sekalipun belum tentu kau dinilai BAIK dimata orang lain namun SATU KESALAHAN saja bisa di ingat seumur hidup disinggung setiap saat bahkan kadang dimanfaatkan tuk menjatuhkan Labels Do the Best n let God Do The Rest. Sunday, October 20, 2013. Bagaimana Cara Menjadi Lebih Baik. Keistimewaan Hari 'Asyura (10 Muharram) Hari 'Asyura berasal dari bahasa arab yang artinya hari ke sepuluh di bulan Muharram . Hari i PELAJARAN SANG KELEDAI. DoThe Best and Let God Do The Rest. Saya yakin sebagian besar dari kita sering mengikuti kompetisi perlombaan ataupun yang lainnya. Tidak jarang kompetisi yang kita ikuti tersebut berhasil kita menangkan namun tidak jarang juga kita belum berkesempatan untuk mendapatkannya. Taukah teman-teman bahwa hasil yang kita peroleh tersebut sebenarnya bisa Giveit your all, and leave the rest to God Philippians 4:13, NLT For I can do everything through Christ, who gives me strength. See also: Bible Verses for Work. Part 2: Do your best to grow in Christ every day. Do your best at living in peace with others. Remember, God blesses our efforts to obey him! Do your best in your walk with God, and let God do His part. Do the Best and Let GOD Do the Rest" Gua berani bertaruh kalian rata-rata, ya RATA-RATA pasti pernah dengar,baca,dan ucapkan kalimat ini. Baik dalam situasi maupun kondisi apapun, Kepada diri sendiri ataupun ke orang lain, Sebenarnya kalian menggunakan kalimat itu untuk apa? Percaya atau Pasrah? Tuhan itu baik. Terjemahanfrasa HANDLE THE REST dari bahasa inggris ke bahasa indonesia dan contoh penggunaan "HANDLE THE REST" dalam kalimat dengan terjemahannya: We handle the rest . MfQW6J. The Positive Thinking mempunyai motto utama Do the best, God takes the rest, artinya” Lakukan semua upaya dlm proses pencapaian tujuan/dream/cita cita/keinginan/tugas pokok dengan sebaik mungkin sesuai aturan main kehidupan manusia yaitu Norma Agama, Hukum, Adat , Kesopanan/etika, Susila, kemudian serahkan keputusan hasil akhir dari semua upaya baik kita itu pada Tuhan! Keputusan hasil akhirnya adalah mutlak hak prerogratif Tuhan, yg disebut TAKDIR!!!… Apapun putusan akhir Tuhan mutlak harus kita terima dg ikhlas, tawakkal ,bersyukur,karena pasti putusan Tuhan itu sebenarnya adalah Terbaik bagi kita,!!! Bilamana kita gagal mencapai tujuan/dream/tugas pokok/keinginan , jangan putus asa atau marah atau mengeluh mencari kambing hitam sebagai sasaran kekecewaan kita…!!! Segera lakukan introspeksi/mawas diri/evaluasi diri secara jujur dan pikiran yg tenang dan waras, kira kira “Apa Kesalahan dan Kekurangan saya dalam melakukan proses Upaya Mencapai Tujuan???” Lakukan introspeksi menggunakan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, meliputi seluruh aspek norma kehidupan/Rules Of The Game ! Pelajari lagi seluruh ilmu yg berkaitan dg tujuan yg ingin dicapai secara serius dan obyektif, jangan hanya ikuti persepsi dan pendapat pribadi saja! Buang jauh paradigma berpikir “Tidak apa gagal,asal tetap menjadi diri sendiri dan tidak ikut pendapat orang lain !” Karakter seperti ini adalah karakter orang sombong dan semau gua,tertutup serta “Buta Hati”… Orang berkarakter seperti ini kecerdasan emosional dan spiritual nya sangat rendah…! Walaupun dia nilai IQ nya sangat tinggi,diatas 140 misalnya, hidupnya akan berakhir dg kegagalan dan kesengsaraan yang berkepanjangan… Jadi agar bisa sukses mengimplementasikan motto tersebut ,mutlak kita harus mempelajari ilmu ttg “Kecerdasan Emosional”dan “Kecerdasan Spiritual”.. Lembaga ESQ Leadership Center yg mengajarkan ESQ Way 165, yg didirikan dan dipimpin oleh DR Hc Ginanjar Agustian di Jakarta ,mengajarkan kedua kecerdasan tersebut secara intensif dan sukses di Indonesia dan mancanegara… Yang berminat,.silahkan browsing internet… Navigasi pos Saya yakin Anda pasti sudah pernah mendengar Do your best and God will do the rest. Kalimat yang membuai telinga kita, karena selain bunyinya berima dengan indah best – rest, juga terkesan memberi kita kendali atas hidup kita – kita bisa menentukan hasil yang ingin kita capai. Tapi tebak, akar apa yang ada di belakang kalimat ini? Pikiran yang legalistik. Tak lebih dari sekedar dusta. Dan dusta ini telah diajarkan dalam banyak variasi “Kamu harus melakukan bagianmu dalam hidupmu sebagai orang Kristen.” “Kalau kamu melakukan bagianmu, Tuhan akan melakukan bagian-Nya.” “Jika kamu bekerja keras buat Tuhan, Dia itu setia dan akan bekerja keras buatmu.” Semuanya adalah campuran antara iman dan perbuatan daging. Padahal keduanya tidak bisa bekerjasama. Keduanya bukan sesuatu yang bisa dikombinasikan atau dicampurkan. Singkatnya, kehidupan Kekristenan Anda bukanlah tentang Anda bekerja sama dengan Tuhan untuk menolong Dia, juga bukan tentang Tuhan bekerja sama dengan Anda untuk menolong Anda. Sebaliknya, kehidupan Kekristenan Anda adalah berdiamnya Yesus untuk hidup di dalam Anda, mengeskpresikan diri-Nya lewat Anda, dan Dia SUDAH melakukan semuanya. Jika Anda mengijinkan Kristus hidup melalui Anda, Dia akan memberi kuasa dan menggerakkan perilaku ada tanpa Anda harus “melakukan bagian Anda” dan tanpa melakukan yang terbaik untuk meniru Dia. MENGAPA DUSTA INI BERBAHAYA BAGI ANDA? Saat Anda mempercayai dusta, itu sama halnya seperti naik ke treadmill’ agamawi. Anda naik ke atasnya dan mulai berjalan. Awalnya pelan-pelan … hadir dalam ibadah di gereja, membaca Alkitab Anda, melakukan bagian Anda, melakukan yang terbaik. Lalu Anda melihat orang Kristen lain yang tampaknya melakukan hal yang lebih baik dari Anda – mungkin membaca lebih banyak pasal Alkitab daripada Anda, masuk menara doa lebih sering daripada Anda, bersaksi lebih banyak daripada Anda, menginjil lebih berani daripada Anda, menyanyi di paduan suara lebih indah daripada Anda, menolong orang yang membutuhkan lebih sering dan memberi lebih banyak daripada Anda. Jadi Anda mulai berjalan di atas treadmill lebih kencang supaya Anda bisa mengejar ketinggalan. “Jika mereka melakukan bagian mereka, setidaknya aku melakukan hal yang sama.” Kemudian, Anda tahu bahwa orang Kristen lain dalam kelompok belajar Alkitab memiliki waktu saat teduh yang dua kali lipat waktu saat teduh Anda – Anda berjalan makin cepat. Mereka memberi perpuluhan dua kali lipat dari Anda – Anda mulai berlari sekarang. Oh, ibu pelayan jemaat satu itu tampaknya tanpa kesulitan mengikuti kegiatan ini-itu di gereja sambil mengasuh 5 anaknya – Anda kini lari dalam kecepatan penuh untuk melakukan bagian Anda’. Lalu.. BUUM! Anda kelelahan.. Anda tak bisa berlari kencang selamanya. Dan setan berdiri di sana, di samping treadmill, siap untuk melemparkan penghakiman dan rasa bersalah dan rasa malu atas Anda. Dia akan menuding Anda sebagai orang Kristen yang memalukan karena tak bisa melakukan bagian Anda. Anda tidak melakukan yang terbaik. Anda tidak berlari dalam pertandingan iman dengan baik seperti orang Kristen lain. “Tuhan tak akan memakai kamu, karena kamu tidak mampu melakukan bagianmu!” Sahabat, inilah letih lesu dan berbeban berat’ yang Yesus maksudkan saat Ia berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” Matius 1128-30. KEHIDUPAN KRISTEN ADALAH TENTANG … Ijinkan saya berterus terang tentang apa sebenarnya kehidupan Kristen dan apa yang bukan. Kehidupan Kristen BUKAN tentang Anda menolong’ Tuhan mencapai tujuan-Nya – Pencipta semesta itu LEBIH DARI MAMPU menolong Diri-Nya sendiri. Jadi ini bukan mengenai Anda bekerja sama dengan Dia untuk menolong Dia. Kehidupan Kristen juga BUKAN tentang Tuhan menolong Anda dalam hidup Anda, seolah Dia adalah pelatih Anda. BUKAN tentang melakukan bagian Anda dan membiarkan Allah mengencangkan’ bagian yang kendor’. BUKAN tentang memperlakukan Tuhan sebagai investasi’. “Aku sudah melakukan ini dan itu bagi Dia, Dia akan melakukan ini dan itu bagiku.” Ada pula yang mengatakan, “Tuhan menolong orang yang menolong dirinya sendiri.” Berlawanan dengan yang kepercayaan umum, perkataan itu TIDAK ADA DI ALKITAB! Tuhan TIDAK menolong orang yang menolong dirinya sendiri. Tuhan menolong orang yang tak berdaya dan bergantung pada-Nya. Tuhan menolong orang yang mencari Dia sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan pertolongan. Nah sekarang, kehidupan Kristen itu adalah tentang … Menerima keselamatan dan bersama dengan itu menerima kehidupan Kristus, dan membiarkan Kristus yang berdiam dalam Anda itu mengekspresikan diri-Nya momen demi momen, setiap hari. Paulus katakan di Roma 1518, Sebab aku tidak akan berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain, kecuali TENTANG APA YANG TELAH DIKERJAKAN KRISTUS MELALUI AKU, yaitu untuk memimpin bangsa-bangsa lain kepada ketaatan, oleh perkataanku dan perbuatanku. Segalanya tentang Kristus, dan Kristus saja. Dia yang melakukan sesuatu melalui Anda. “Lalu, bagianku apa?” Anda bertanya. Bagian Anda, satu-satunya pekerjaan yang harus Anda lakukan dalam hidup ini bagi Tuhan adalah PERCAYA! Beriman bahwa Yesus melakukan pekerjaan-Nya MELALUI Anda. Tenanglah, Dia itu setia. Dia pasti melakukan apa yang Dia katakan Dia lakukan. Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya. ~1 Tesalonika 524 Tidak ada petunjuk dalam ayat ini supaya Anda melakukan yang terbaik dan membiarkan Tuhan melakukan sisanya. Anda bisa berhenti memercayai dusta melakukan yang terbaik atau melakukan bagian Anda itu, sekarang. Buang jauh-jauh treadmill agamawi itu. Biarkan Kristus melakukan apa yang ingin dilakukan-Nya melalui Anda dengan selalu terbuka pada tuntunan-Nya saat demi saat. Kristus yang lakukan semuanya! BAGAIMANA MEMANIFESTASIKAN KERAJAAN ALLAH? Anda mungkin berkata, “Bas, Anda katakan bahwa kehidupan Kekristenan bukanlah tentang kita bekerja sama dengan Tuhan untuk menolong Dia, atau Dia bekerja sama dengan kita untuk menolong kita.. tapi bukankah kita dipanggil untuk bekerja bersama Tuhan untuk membawa transformasi di bumi?” Betul. Kita dipanggil untuk bekerja bersama dengan Tuhan. Tapi bukan karena Dia butuh pertolongan kita untuk mendukung tercapainya rencana-Nya di bumi. Ada dua cara pandang tentang bagaimana Kerajaan Allah didirikan di bumi. Orang dengan pandangan berorientasi legalistik akan berkata, “Allah yang mengerjakan semuanya tapi pada saat yang sama Dia menunjuk Anda untuk melakukan sesuatu, dengan penekanan Anda harus mengerjakan bagian Anda, sebab jika tidak berarti Anda menghalangi rencana Allah. Jika Anda tak ingin jadi oknum yang menghalangi penggenapan rencana Allah dan jika Anda ingin melebarkan kerajaan-Nya, sebaiknya Anda harus mulai mengerjakan yang terbaik agar Dia mengurus sisanya, bukan?” Anda lihat? Pendekatan macam ini dengan segera menjadi kuk berat yang tak terpikul. Jelas bukan ini yang Yesus maksud dengan, “Kuk-Ku enak dan bebanKu ringan.” Sebaliknya, orang dengan pandangan berorientasi kasih karunia “Benar, Allah yang mengerjakan semuanya. Dan manifestasi kehadiran Allah yang memerintah itu adalah Kristus. Jadi pandang Kristus! Dia dengan setia menepati janji-Nya menegakkan Kerajaan Allah di bumi melalui Anda, tanpa membuat Anda kelelahan, karena Dia yang lakukan SEMUANYA!” Pandangan pertama, Andalah yang membantu’ Allah, jadi Anda yang mendapat kemuliaan. Pandangan kedua, Allah yang melakukan semuanya lewat Anda, jadi semua kemuliaan adalah buat Dia. Pertanyaan saya Anda berorientasi legalistik, atau kasih karunia? Tidak ada setengah-setengah. Singkatnya, walau Allah tidak butuh bantuan atau dukungan kita, Dia akan bekerja melalui setiap orang percaya yang memilih berjalan dengan iman. Mari dengarkan apa kata Lewis mengenai hal ini “Allah Yang Mahakuasa, karena kemahakuasaan-Nya, tidak membutuhkan pendukung. Gambaran mengenai Allah yang butuh bantuan dari manusia bukanlah gambaran yang menyenangkan, tapi inilah gambaran umum manusia tentang Allah. Kita menilai diri kita terlalu tinggi sehingga tidak sulit untuk percaya kita ini dibutuhkan oleh Allah. Kebenarannya ialah, Allah tidak menjadi lebih besar karena keberadaan kita, dan Dia tak menjadi lebih kecil jika kita tidak ada. Mungkin pemikiran yang paling berat diterima oleh ego natural kita adalah Allah tidak membutuhkan pertolongan kita. Kita sering menggambarkan Dia sebagai Bapa yang sibuk, ngotot, frustasi mencari bantuan untuk melaksanakan rencana-Nya yang indah untuk membawa kedamaian dan keselamatan bagi dunia. Allah yang menciptakan segalanya tentu saja tak butuh apapun dan siapapun … Allah tak butuh siapapun, tapi saat ada iman Dia bisa bekerja melalui siapapun.” PENUTUP Kalimat Do Your Best and God will do the Rest’ terdengar indah di telinga, tapi itu adalah dusta yang jika dipercaya akan membuat Anda terikat di treadmill agamawi. Hidup Kekristenan bukanlah tentang bekerja keras bagi Allah, sehingga Dia yang setia itu akan bekerja keras pula bagi Anda. Panggilan hidup Anda bukanlah bekerja sama dengan Allah untuk membantu pekerjaan-Nya menegakkan kerajaan-Nya di bumi ini. Allah tak membutuhkan bantuan Anda, juga tak membutuhkan dukungan, keringat dan airmata Anda. Jadi bagian Anda apa? Bagian Anda adalah menjadi pipa penyalur agar kehadiran Allah yang memerintah itu termanifestasi. Dengan cara bagaimana? Dengan beristirahat dalam Kristus dan karya-Nya yang paripurna. Memercayai Kristus melakukan sesuatu lewat Anda dan memercayai bahwa Dia setia untuk melaksanakan kehendak-Nya yakni menghadirkan Kerajaan Allah di bumi, akan memberi Anda kuasa dan akan menggerakkan Anda perilaku Anda, tanpa harus melakukan yang terbaik’ atau melakukan bagian’ Anda. [Bas Rijksen Do Your Best And … God WILL NOT Do The Rest; 20 November 2014] Pepatah terkenal ini berasal dari negara-negara Barat yang saya rasa pencipta pepatah ini adalah seorang non-Muslim saja sangat percaya bahwa Allah akan menolong membereskan urusan mereka, jika mereka melakukan yang terbaik."Lakukan yang terbaik dulu, urusan nanti kita serahkan pada Tuhan" demikian kira2 maksud pepatah kita sebagai Muslim kiranya juga harus belajar dari semangat juang mereka. Jangan sampai sebagai Muslim malah keok sebelum bertanding atau hidup selalu dalam keadaan pesimis, karena inti dari pepatah"Let's do the best, and let God do the rest." adalah1. Niat2. Ikhtiar3. Doa4. TawakalAllah berfirman dalam 81 yang artinyaDan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi pelindung. 81 .Kemudian apabila kamu telah membuat tekad, maka bertawkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertawakal kepada-Nya. Ali- Imran 159 .Sebagai Muslim kita harus percaya, bahwa niat baik dalam ridho Allah, ikhtiar yang disertai dengan doa dan tawakal akan membawa keberhasilan. Tawakal Bukan PasrahBanyak orang yang menyangka bahwa tawakal itu adalah pasrah secara keseluruhan, maka ini adalah anggapan yang tidak benar. Akan tetapi seorang Muslim, jika beribadah kepada Allah mereka bertawakal, tetapi tidak seperti yang dipahami oleh orang-orang yang bodoh yakni tawakal adalah sekedar ucapan di bibir tanpa dipahami akal, membuang sebab-sebab, tidak mau kerja, merasa puas dengan kehinaan dibawah bendera tawakal kepada itu semua sudah dijalankan namun tidak berhasil, artinya mungkin Allah memang berketetapan bahwa ketidak berhasilan itu adalah yang terbaik untuk kita. Ikhlas saja. Ikhlas? Iya dong. Seorang hamba yang ikhlas sadar bahwa manusia hanya memiliki kewajiban menyempurnakan niat dan menyempurnakan ikhtiar. Perkara yang terbaik terjadi itu adalah urusan lagi saja, jangan pernah berperasangka buruk kepada Allah!From I'm Muslim There are many aphorisms that people love to quote. Not surprisingly some are peppered with references to God and and therefore some presume the quotations are Biblical. One example is, “God helps those who help themselves.” Wrong! There is nothing in the Bible that remotely suggests or resembles this. The quote originated in ancient Greece and is thought to a fable or proverb of the day. Benjamin Franklin later used it in his writings. Unfortunately, for many, this aphorism has been accepted as one of God’s commandments! It is the antithesis of what God commands of us and, instead, it is an ode to self-reliance and humanism. Thankfully, other aphorisms are not egregious misrepresentations. “Do your best and let God do the rest.” There is no exact Bible verse that states this. However, this sentiment is certainly present in a number of Bible verses. And whatever you do, do it heartily, as to the Lord and not to men, knowing that from the Lord you will receive the reward of the inheritance; for you serve the Lord Christ. Colossians 323-24 ESV Do you not know that those who run in a race all run, but one receives the prize? Run in such a way that you may obtain it. 1 Corinthians 924 ESV I can do all things through Christ who strengthens me. Philippians 413 ESV All of these verses point to the importance of using all of your God-given abilities to do your best. But at what point do you allow God to do the rest? When you are exhausted? When you are injured or incapacitated? No, you allow God to work from the very beginning. Before you do your best, commit your effort to the Lord. He promises to accomplish His purpose through you. Commit your work to the Lord,and your plans will be established. Proverbs 163 ESV Do your best and let God do the rest! Love and trust the Lord; seek His will in your life. Post navigation The Best and The Rest Salah satu pepatah Kristen popular yang digemari banyak orang berbunyi Do your best and God will do the rest. Sangat motivasional, bukan? Namun, setelah saya merenungkannya dalam-dalam, kalimat indah ini menyimpan sebuah teologi yang buruk. Pertama, ia membalik paradigma berpikir Kristen yang paling penting Allah pertama, manusia terkemudian. Di dalam pepatah ini, Allah akan will melakukan karya-Nya setelah kita bekerja; Ia akan melakukan sisa pekerjaan kita, yang sudah kita kerjakan sebaik mungkin. Kedua, the rest yang Allah akan lakukan adalah “sisa” dari semua yang sudah sebaik mungkin kita lakukan. Allah bergantung pada seberapa banyak dan seberapa baik kita bertindak. Sisanya, bisa banyak dan bisa sedikit, menjadi jatah Allah. Karena itu, saya mengusulkan perbaikan total atas pepatah popular tersebut Do the rest because God does the best. Allah sudah, sedang, akan selalu melakukan yang terbaik. Dan yang terbaik tentu saja menurut pandangan Allah. Seorang penulis yang saya lupa namanya kira-kira mengatakan, “Seandainya jarak Allah dan manusia adalah langkah, maka Allah sudah berjalan menuju kita 999 langkah dan Ia mengundang kita untuk mengambil langkah terakhir.” Seorang mistikus Kristen lain berkata dengan nada yang kurang-lebih sama Every time you take one step toward God, God takes a thousand steps toward you. Kita sesungguhnya hanya mengerjakan “sisa” pekerjaan Allah, yang memang Allah khususkan bagi manusia. Ia bisa mengerjakan semuanya, tanpa sisa, jika Ia mau. Tetapi, Allah tak mau melakukannya, karena Ia memang rindu mengundang manusia–Anda dan saya–untuk berpartisipasi ke dalam karya Allah itu. Bahkan “sisa” tersebut pun sudah cukup membuat seluruh hidup kita disibukkan luar biasa; karena itu adalah “sisa” yang Allah izinkan hadir dalam hidup kita. Namun, “sisa” tersebut juga tidak akan melampaui kemampuan kita, sebab Allah tak pernah memberi keharusan pada manusia yang tak dapat dilakukan manusia. Ought implies can; harus mengandaikan dapat. Apa yang harus kita lakukan pasti dapat kita lakukan. Karena itu, sekalipun bagian kita adalah “sisa,” do the rest as best you can. Dan apa yang terbaik yang dapat kita lakukan untuk menggarap “sisa” itu adalah dengan berpartisipasi ke dalam karya Allah itu, ke dalam misi Allah. Ada tiga catatan penting yang harus kita renungi. Pertama, dalam bahasa Inggris, rest memiliki dua arti. Pertama, “istirahat”; kedua, “sisa.” Dalam pepatah yang saya revisi di atas, tentu arti kedualah yang dimaksudkan. Sayangnya, banyak orang Kristen yang memakai arti pertama dalam hidupnya. Allah bekerja dan kita santai-santai saja. Kedua, “sisa” yang dipercayakan kepada kita tidak berarti tanpanya karya Allah tidak akan tuntas. Tanpa kita, sebaik apa pun pekerjaan kita, Allah bisa melakukan semuanya. Namun, ia mengizinkan kita melakukannya, karena Allah menghargai kita. Jadi, kita memang tidak bisa mengambil kredit untuk diri kita sendiri. Soli Deo gloria. Ketiga, dengan memberi kesempatan kepada kita untuk mengerjakan “sisa” karya-Nya, Allah memilih untuk mengambil jalan inefisiensi. Sama tidak efisiennya dengan perjalanan empat puluh tahun di padang gurun; sama tidak efisiennya dengan keputusan mengambil rupa seorang hamba di dalam Yesus dari Nazaret ketimbang langsung saja menghukum atau mengampuni dunia. KISAH TENTANG TANAH DAN LUDAH Yohanes 91-7 secara indah menggambarkan pemahaman spiritual di atas. Kisah dimulai dengan sebuah penjelasan yang sekalipun deskriptif namun menyimpan banyak makna, “Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya” ay. 1. Yesus “sedang lewat;” Ia tidak secara sengaja dan khusus mendatangi orang yang buta sejak lahir itu. Namun, perjumpaan biasa itu menjadi awal dari pengalaman luarbiasa bagi si buta. Banyak berkat dialami justru melalui peristiwa lazim sesehari. Di dalam rutinitas kita melakoni detak jam hidup sepanjang hari kronos, tak jarang tersedia kesempatan kairos yang bakal berlalu jika tak ditangkap dengan cermat. Lantas, perjumpaan itu melahirkan percakapan antara para murid dan Yesus. Para muridlah yang memulai percakapan itu dengan sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak empatis. Si buta dijadikan sebuah case study untuk diskusi teologi yang berat–sebuah diskusi yang dilakukan di depan orang buta tersebut. Pertanyaan tersebut adalah, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orangtuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” ay. 2. Bagaimana perasaan Anda jika Anda menjadi si buta itu? Seluruh persoalan hidup menanggung dunia yang gelap makin menghimpit karena justru sekarang dipertanyakanlah asal-muasal seluruh penderitaannya dosanya sendiri atau dosa orangtuanya? Fokus para murid adalah dosa masa lalu. Dan ini berbeda dari Yesus yang memfokuskan diri pada masa depan si buta dan terlebih lagi pada misi Allah. Itu sebabnya, Yesus kemudian menjawab “Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” ay. 3. Seakan-akan, Yesus ingin mendidik para murid-Nya untuk tak usah terlalu peduli pada siapa yang berdosa di masa lalu, karena kerumitan-teologis itu bisa menghalangi kita untuk peka pada pekerjaan Allah yang memberi masa depan. Mari kita perhatikan juga ucapan Yesus selanjutnya di ayat 5 “Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.” Ternyata, kalaupun Yesus berkata bahwa pekerjaan-pekerjaan Allah harus nyata “di dalam dia” personal, tindakan Allah bagi setiap orang harus diletakkan dalam perspektif seluruh dunia global, sebab Yesus adalah “terang dunia.” Artinya, pengalaman rohani yang personal hanyalah bagian kecil dari karya Allah bagi seluruh dunia ini. Jika sebuah pengalaman rohani yang personal menghalangi kesadaran global kita, pengalaman rohani tersebut mudah bergeser menjadi sebuah egosentrisme yang berbahaya. Sebelum menyatakan diri sebagai “terang dunia” ay. 5, Yesus memaparkan sebuah kebenaran yang menyibakkan rahasia misi Allah itu “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku…” ay. 4a. Terdapat tiga kata ganti yang menjadi kunci pemahaman kita, Dia dan Aku. Pertama-tama, “Dia” Sang Bapa mengutus “Aku” Yesus. Misi Allah adalah misi Trinitaris. Yesuslah yang diutus Sang Bapa. Yesuslah pusat dari seluruh karya Allah bagi dunia. Bukan gereja. Akan tetapi, Yesus yang diutus Sang Bapa itu lantas berkata, “Kita harus mengerjakan…” Ia mengundang kita, mengikutsertakan kita, mengizinkan keterlibatan kita. Tanpa kita misi Allah melalui Yesus tetap berjalan. Lebih efisien, malah. Namun misi ilahi itu kini sekaligus menjadi misi insani, ketika manusia diundang untuk berpartisipasi ke dalamnya. Dengan ongkos yang tak murah, sebab yang diikutsertakan ternyata adalah manusia yang dengan mudah dapat membebani misi Allah itu, serta membuat misi Allah itu tak berjalan secara efektif. Tetapi keputusan Yesus ini adalah keputusan cinta-kasih, karena Ia percaya bahwa manusia memang perlu dipercaya. Jadi, setiap kali kita terlibat di dalam misi Allah, ingatlah baik-baik bahwa pekerjaan ini milik Allah, bukan milik kita. Keterlibatan kita ini terjadi karena anugerah, bukan karena kemampuan kita. Prinsip dasar ini diadegankan oleh Yesus melalui prosedur panjang yang inefisien 6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 7 dan berkata kepadanya “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek. ay. 6-7 Tanah dan ludah menjadi alat penyembuhan; namun, alat yang kotor dan menjijikkan. Pada dirinya sendiri tanah dan ludah bukanlah apa-apa nothing. Namun di tangan Yesus, keduanya menjadi sesuatu something yang berperan dalam proses penyembuhan. Tidak ada kualitas apa pun dari tanah dan ludah yang mengubahnya dari nothing menjadi something. Demikian juga, tidak ada kualitas apa pun dari manusia yang dapat mengubahnya dari nobody menjadi somebody. Sama halnya, tidak ada apa pun di dalam diri manusia yang dapat membuat misi Allah berjalan secara baik dan tuntas. Jadi, Yesus memakai tanah dan ludah untuk mengilustrasikan posisi para murid-Nya di dalam misi Allah itu. “Kalian sama seperti tanah dan ludah ini,” demikian kira-kira yang hendak disampaikan oleh Yesus. Tidak cukup prosedur yang sudah cukup inefisien ini, Yesus melanjutkan proses panjang penyembuhan ini dengan menyuruh si buta itu membasuh diri ke dalam kolam Siloam. Secara sengaja, penulis Injil Yohanes memunculkan arti dari Siloam, yaitu “yang diutus.” Tanpa kolam Siloam itu, Yesus mampu menyembuhkan si buta. Namun, sekali lagi, sama seperti tanah dan ludah sebelumnya, kolam Siloam menjadi instrumen penyembuhan, sekalipun inefisien, demi menunjukkan bahwa para murid Yesus “diutus” oleh “Sang Utusan” Yesus itu sendiri. Peran ludah, tanah dan kolam Siloam hanyalah “1 langkah” dibanding “999 langkah” yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh Allah di dalam Yesus. Satu langkah itu pun merupakan sebuah apresiasi Allah atas manusia yang dicintai-Nya. Sebesar apa pun karya seorang anak manusia, ia hanyalah ludah dan tanah. Ayat 4 belum kita refleksikan secara tuntas. Sebab, Yesus juga berkata, “… akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja” ay. 4b. Yesus mengajarkan sebuah prinsip kemendesakan. Pekerjaan yang dapat kita lakukan mendesak untuk dilakukan. Maka, dibutuhkan sebuah sense of urgency. Dan, karena itu, hargailah undangan Yesus yang Anda dengarkan untuk berpartisipasi ke dalam misi Allah itu. Ketika “malam” itu datang, maka bukan hanya tak ada lagi kesempatan kairos bagi kita, waktu hidup kronos kita pun pudar. Dan ketika keduanya hilang bagi kita secara pribadi, misi Allah di dalam Yesus tetap berjalan–tanpa kita. Maka, ingatlah apa yang sering disebut sebagai Wesley’s Rule Do all the good you can, By all the means you can, In all the ways you can, In all the places you can, At all the times you can, To all the people you can, As long as you ever can. SEBERAPA SPESIFIK? Seberapa spesifiknyakah panggilan Allah di dalam hidup kita? Seberapa spesifiknyakah Allah merancang/merencanakan peran yang dapat kita mainkan di dalam misi Allah itu? Pertanyaan sukar ini menghantui banyak sekali teolog sepanjang zaman. Izinkan saya memaparkan pandangan saya dalam beberapa poin. Panggilan Allah seluas dunia. Tidak boleh ada pemisahan antara yang sekular dan yang sakral. Karena misi Allah terarah pada dunia, maka seluruh pekerjaan dapat menjadi wujud penghayatan kita akan panggilan Allah. Menjadi seorang pendeta sama kudusnya dengan menjadi seorang sopir taksi. Yang menguduskan sebuah pekerjaan bukanlah jenis pekerjaan itu namun Allah itu sendiri. Justru pekerjaan-pekerjaan sekularlah yang pertama kali dicatat di dalam Alkitab sebagai pekerjaan yang dipenuhi oleh Roh Kudus Kel. 283; 313; Kel. 3531. Alkitab memang mencatat beberapa orang tertentu yang secara spesial ditugasi Allah untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Namun, tidak ada indikasi apa pun di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa Allah menugasi secara sangat spesifik setiap orang memperoleh panggilan khusus. Panggilan Allah secara umum berlaku untuk semua orang, yaitu melakukan misi Allah bagi dunia. Tugas kitalah secara pribadi untuk secara unik merespons panggilan umum ini dengan memutuskan pekerjaan apa yang kita pilih, sesuai dengan bakat, talenta, karunia, keprihatinan-sosial, keterbatasan dan lain sebagainya yang kita miliki. Tak ada pekerjaan yang terlalu remeh hingga direndahkan Allah; tak ada pekerjaan yang terlalu mulia hingga Allah membutuhkannya bdk. Mat. 2521, 23. Seremeh atau semulia apa pun sebuah peran di mata kita, semuanya hanyalah ludah dan tanah. Integritas, kesetiaan dan kegembiraan dalam mengerjakannyalah yang lebih penting. Bukan jenis pekerjaan atau produk yang dihasilkannya. Douglas James Schuurman, dalam bukunya, Vocation Discerning Our Callings in Life 2004, menunjukkan sebuah prinsip yang sangat menarik. Maka, setiap saat seorang Kristen menunjuk pada wilayah-wilayah tertentu seperti pasangan hidup, orangtua, teman, warganegara, pengacara, pendeta dan sebagainya, sebagai panggilan, orang Kristen itu ditantang untuk menafsirkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam wilayah-wilayah itu dalam terang panggilan untuk mencintai Allah dan sesama. Jika tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban di wilayah-wilayah itu melayani sesama, mereka harus dipandang “seperti untuk Tuhan.” Tindakan melakukannya merupakan sebuah respons yang penuh iman pada panggilan Allah di dalam situasi khusus seseorang. Jika tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban di wilayah-wilayah itu melukai sesama, mereka harus ditolak demi Tuhan, yang telah mati bagi semua orang. Wilayah-wilayah tersebut harus diubahkan, jika mungkin, sehingga semuanya memungkinkan aksi-aksi yang melayani sesama. Seseorang tidak dipanggil untuk menjadi seorang Kristen “secara umum;” seseorang dipanggil untuk menjadi seorang Kristen di dalam lokasi sosial yang khusus yang saat ini dijalaninya, sebagaimana seorang ibu pada anak-anaknya, seorang warganegara pada negaranya dan sebagainya. Seseorang tidak sekadar dipanggil untuk menjadi seorang istri, seorang suami, atau seorang montir; seseorang dipanggil untuk menjadi seorang istri, seorang suami, atau seorang montir sebagai seorang Kristen “di dalam Tuhan.” Kewajiban-kewajiban khusus merupakan panggilan sejauh panggilan untuk menjadi seorang Kristen diwujudkan melaluinya. Joas Adiprasetya joyful weekend 15 Oktober 2010

do the best let god do the rest artinya